Ujian Kedewasaan di Padang Gurun

January 1989 ยท 2 minute read

Saya dibesarkan di suatu kampung yang berbatasan dengan sawah yang luas di pinggiran kota Jakarta (tahun 1940-an). Lingkungan itu bersuasana desa, dengan berbagai margasatwa dan hewan peliharaan yang berkeliaran. Dari pengalaman semasa kecil ini jelas bagi saya pertumbuhan anak ayam, sejak menetas dari telur sampai menjadi ayam yang dewasa.

Seringkali saya mengamati anak-anak ayam mengikuti induknya, sementara induknya mengais-ngais tanah sambil menunjuk-nunjukkan butiran makanan yang harus dipatuki anak-anaknya. Pelatihan mengenali makanan dan mematukinya sambil mengais-ngais ini berlangsung sampai tiba waktunya si anak ayam dianggap dewasa. Maka induknya akan mematuki anak-anaknya, sampai kesakitan, terpaksa menyingkir jauh-jauh dari induknya. Mulai saat itulah, si anak ayam harus mandiri, tidak lagi bergantung kepada induk ayam. Dalam kemandirian itu, ayam muda tadi harus menyelesaikan sendiri berbagai masalah kehidupan yang dihadapi, yang terutama: mencari makanan sendiri dan menanggulangi sendiri mara bahaya.

Ayam muda itu harus menanggulangi ancaman yang dari waktu ke waktu menghadang dia. Dia harus cepat bersembunyi ke kolong rumah atau kerimbunan semak-semak jika ada bunyi tanda bahaya: misalnya kotek-kotek ayam lain atau lengkingan burung elang, pemangsa ayam! Pada keadaan lain, harus dengan sigap dia meloncat-terbang ke suatu dahan pohon sewaktu anjing menerpa ingin menyeruduk dirinya. Bertindak salah dapat berakibat fatal, misalnya menyuruk ke kolong rumah sewaktu diseruduk kucing!

Ya, saudara yang saya kasihi, konsekwensi kedewasaan bagi seekor ayam muda adalah: mandiri mencari nafkahnya dan mandiri menanggu- langi ancaman; kedua-duanya adalah upaya mempertahankan kehidup- annya. Selanjutnya, pada tingkat kedewasaan yang penuh, ayam itu bukan hanya mandiri mencari nafkah serta menanggulangi ancaman bahaya; dia akan menjadi induk-ayam pula, yang harus menolong ayam lain (anaknya) untuk menjadi dewasa…

Bagaimana halnya dengan makhluk yang bernama manusia?

Dengan mudah dapat kita amati bahwa dalam diri bayi manusia tidak terdapat kemandirian sedikitpun! Segala sesuatu harus dilakukan oleh orangtuanya, sebab dia tidak mampu menolong dirinya sendiri. Bahkan menyelesaikan masalah yang paling kecilpun harus dilakukan oleh orangtuanya, sebab si bayi hanya mampu menangis-keras apabila lapar, atau mengeluarkan tangis-rengekan apabila dia basah. Orangtuanyalah yang harus bertindak memberi makan atau mengganti popok yang basah itu!

Tentang bayi-bayi, tidak usah kita berbicara mengenai ancaman bahaya. Mereka tidak mengenal apa itu bahaya. Berulangkali terjadi, seorang bayi berusia dua tahunan memegang-megang seekor ular, ataupun kalajengking, karena tidak mengenal ancaman bahaya. Atau menelan kelereng atau paku, karena tidak mengerti bahayanya.

Baca selengkapnya

atau

Baca selengkapnya